Senin, 08 Desember 2014

Roket Nasional Rhan 122



10 Juni 2012
 
Roket Rhan 122
Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau terpencar membutuhkan sistem pertahanan yang kuat dan strategis, agar pulau-pulau itu tidak lepas ke tangan negara lain. Setelah dikaji secara mendalam, disimpulkanlah bahwa roket merupakan senjata yang tepat untuk menjaga setiap tapal batas negara Indonesia.
Kajian ini sudah dilakukan sejak enam tahun yang lalu, dan kini, target Indonesia adalah memiliki sedikitnya 1000 peluru kendali darat ke darat dengan jangkauan di atas 100 Km pada tahun 2014.
Arah ke target tersebut dimulai dengan munculnya Roket Pertahanan atau Rhan 112. Roket berkaliber 122 mm ini memiliki jangkauan 15-20 kilometer dengan kecepatan 1,8 Mach. Untuk menembak sasaran sejauh itu, Rhan hanya membutuhkan waktu 63 detik.
Saat ini TNI sedang mengembangkan dua model peluncur roket Rhan, yakni jip berbobot 2,5 ton serta truk berkapasitas 5 ton. Unit peluncur kendaraan 5 ton mampu memuat 16 roket dan bisa meluncur secara otomatis dengan menekan satu tombol.
TNI dan LAPAN telah mengujicoba 50 roket R-Han di Pusat Latihan Tempur TNI AD Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Roket Rhan

Roket Rhan merupakan roket balistik tanpa kendali yang dilepaskan dari kendaraan peluncur memiliki berat 5 ton.
Ia memiliki sirip melipat ke samping dengan panjang propelan 1.000 mm. Hulu ledaknya memiliki tipe tajam, asap, dan inert.
Roket R-Han 122 merupakam pengembangan dari roket LAPAN RX 1210. Dibandingkan roket generasi lama, R-Han 122 mengalami pengembangan desain dan material. Jika RX 1210 menggunakan baja, roket R-Han menggunakan aluminium dan karbon, sehingga dua kali lebih ringan dan sekaligus tahan panas. Untuk menjaga kestabilan dan daya jangkau yang tinggi, material roket harus tahan terhadap suhu 3.000 derajat celsius.
Roket Rhan memiliki sirip lipat yang tegak secara otomatis setelah keluar dari tabung peluncur. Hulu ledak (warhead) roket bisa dipisahkan dari tabung propelan dan dipasang jika dibutuhkan. Saat ini Roket R-Han 122 mm telah dioperasionalkan oleh Arteri Medan AD dan Arteri Medan Marinir AL.


Untuk mengejar target yang dipatok pada tahun 2014, dibentuklah konsorsium yang terdiri dari Kementerian Ristek, Kementerian Pertahanan, TNI AL, BPPT, LAPAN, perguruan tinggi (ITB, ITS, UI, UGM, dan Undip), serta industri strategis PT DI, Krakatau Steel, LEN Industri, Pindad, dan PT Dahana.

Konsorsium inti terdiri atas beberapa plasma yang menangani riset material, mekatronika, dan sistem kontrol atau kendali. Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendukung alat pemantau dan penentu posisi roket. ITB berperan dalam penyediaan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan mengirim gambar di lokasi target atau sasaran.
Kementerian Ristek menyediakan dana insentif untuk pembuatan prototipe roket. PT DI mengembangan struktur dan desain roket. PT Krakatau Steel menyediakan material tabung dan struktur roket. PT Pindad mengembangkan peluncur roket (launcher) dan PT Dahana menyediakan propelan.

PT DI membangun sarana peluncur roket dan sistem penembaknya dengan laras sebanyak 16. Kendaraan yang digunakan sebagai anjungan peluncuran adalah jip GAZ buatan Rusia, Nissan Jepang, atau Perkasa buatan Tata, India.

Propelan Berkualitas
Salah satu cara untuk mendapatkan jangkauan tembakan roket yang lebih jauh, dibutuhkan propelan yang berkualitas. Saat ini bahan baku tersebut masih impor. Untuk itu dibuatlah pabrik pembuat bahan peledak amonium nitrat terbesar di Indonesia dan Asia. Pabrik Amonium Nitrat tersebut milik PT Kaltim Nitrate Indonesia (PT. KNI) di Bontang, Kalimantan Timur.
Pabrik baru yang diproyeksikan menghasilkan Amonium Nitrat Prilled sebesar 300.000 Ton/Tahun ini difokuskan untuk menunjang kebutuhan pasar dalam negeri Indonesia yang diprediksikan akan mencapai 700.000 Ton/tahun pada tahun 2012.

“Dengan kehadiran pabrik amonium nitrat milik PT KNI merupakan suatu peluang, sekaligus merupakan tantangan terhadap proses simbiosis mutualisme antara defence supporting economy pada kondisi-kondisi dalam arah pembangunan”, ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie
jamsoeddin.

TNI AU : Let’s Rock and Roll



13 Agustus 2014
 

F 16 TNI AU (photo: Wahyu Widodo / Indoflyer.net)

Seperti hari kemarin, pagi ini sejumlah jet tempur TNI AU terbang rendah di Jakarta. Raungan mesin jet pesawat menggambarkan kekuatan alutsista ini dalam bermanuver. Suaranya kencang, bertenaga namun kering. Harmonik, seperti mobil F-1 yang digeber di sirkuit atau Ferari yang pada hari sabtu atau minggu mencoba tenaga mesinnya di jalan tol Jagorawi.
Namun suara jet tempur kita itu, volumenya bisa dikatakan 100 kali lebih kencang dari suara mesin F-1 atau Ferari yang melintas.

Saat ini dia kembali terbang rendah di kawasan Sudirman Jakarta. Untuk sesaat semua terdiam, mendengarkan suara jet tempur itu. Lagian suara kita ditelan oleh auman jet tempur TNI AU. Kita yang mendengarnya merasa kagum karena ada pelindung handal untuk tanah air kita.

TNI AU mengerahkan 35 pesawat tempur untuk terbang formasi (fly pass) memeriahkan peringatan detik-detik proklamasi ke-69 tanggal 17 Agustus 2014 di Istana Negara. Untuk itu, sejak Minggu (10/8) ke-32 pesawat tersebut, masing-masing 7 Pesawat Sukhoi dari Makassar, 8 Pesawat F-16 dan 12 Pesawat T 50i dari Madiun dan 8 Hawk 100/200 dari Pekanbaru diparkir di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma untuk berlatih terbang formasi di udara Jakarta.

Sesuai perintah Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), sebanyak 32 pesawat tempur TNI AU akan membentuk dua formasi arrow melaksanakan fly pass di atas peserta upacara peringatan HUT RI ke-69 di Istana Negara. Kedua formasi besar terdiri dari flight pertama terdiri dari 10 pesawat T-50 Golden Eagle dan 6 pesawat Hawk 100/200 serta flight kedua terdiri dari 8 pesawat F-16 termasuk pesawat F-16 C/D 52ID yang baru dan 8 pesawat Sukhoi SU-27/30,.

Selama enam hari seluruh penerbang pesawat tempur akan mengadakan latihan dua kali sehari untuk mencapai penampilan terbaiknya dan pada tanggal 15 Agustus 2014 akan latihan di atas Istana Negara sebagai gladi bersih. Fly Pass pesawat tempur TNI AU ini diharapkan menumbuhkan kebanggaan para generasi muda untuk meningkatkan semangat juang dan lebih mencintai dirgantara. (tni-au.mil.id).

Kamis, 04 Desember 2014

TNI AL Tambah 1 Kapal Cepat Rudal Buatan Dalam Negeri



By Dian Kurniawan
28 Agustus 2014
KRI Sampari 628

KRI Tombak-629 yang diproduksi PT PAL Indonesia (Persero) ini merupakan kapal produksi kedua.
Liputan6.com, Surabaya - TNI AL menerima sebuah Kapal Cepat Rudal (KCR) 60 meter buatan dalam negeri. Kapal ini diberi nama KRI Tombak-629 yang diproduksi PT PAL Indonesia (Persero) sebagai kapal Indonesia, guna mendukung upaya pengamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, kapal tersebut penting bagi negara ini mengingat perairan Indonesia sangat luas. Ia yakin keberadaan armada itu mampu meningkatkan rasa bangga dan kemandirian bangsa.

"Pembangunan KRI Tombak-629 tersebut juga diharapkan mampu menjadikan TNI AL sebagai World Class Navy, dan dapat memberikan solusi terkait dengan ketergantukan dengan bangsa lain," ujar Purnomo dalam acara penyerahan KCR 60 meter kedua, di Surabaya, Rabu (27/8/2014).

Pemilihan Tombak sebagai nama kapal karena tombak merupakan senjata tradisional Indonesia. Selain itu juga banyak ditemukan di seluruh peradaban dunia dan dipakai untuk berburu dan berperang. Dengan kata lain sebagai simbol keberanian dan kejujuran untuk menegakkan kedaulatan dan keutuhan NKRI.

Sedangkan mengenai dana pembangunan kapal, Purnomo mengatakan, didukung anggaran masyarakat. Pada masa mendatang pihaknya menargetkan pembangunan 16 unit KCR 60 meter, 16 unit KCR 40 meter, dan 16 unit kapal patroli cepat.

"Kami optimistis pembangunan seluruh armada ini akan memenuhi kekuatan TNI untuk melindungi dan menjalankan tugas pertahanan di Indonesia," tegas dia.

Sementara Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) M Firmansyah mengatakan, proses pembangunan KCR 60 meter tersebut berawal dari pengembangan produk PAL Indonesia sebelumnya yakni Fast Patrol Boat (FPB) 57 meter.

"Bahkan, hingga kini armada tersebut masih digunakan oleh TNI AL," kata dia.

Firmansyah mengatakan, kapal kedua yang dibangun tersebut direncanakan dan didesain sesuai dengan kebutuhan masa depan armada perang. Sebab, kapal yang diproduksi BUMN galangan kapal itu karya yang ditunjang teknologi canggih.

"Sebelumnya kami juga telah merampungkan proyek KCR-60 M yang pertama dan resmi menyerahkannya pada 28 Mei 2014," kata dia.

Rimansyah menambahkan, penyerahan KCR 60 meter ketiga direncanakan terealisasi pada September mendatang. Secara keseluruhan, 3 KCR 60 M senilai Rp 375 miliar tersebut merupakan kapal perang pesanan TNI AL yang digarap sejak 2012 dan ditargetkan selesai pada semester kedua 2014.

"Kapal itu dibuat untuk memenuhi Minimum Esensitial Force (MEF) yang ada sesuai amanah Undang-Undang No16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan," pungkas Firmansyah.

TNI Luncurkan Tiga Sukhoi Awasi Ambalat




24 November 2014
 

Salah satu pesawat Sukhoi TNI AU siap jaga Pulau Ambalat, Metrotv/ Muhammad Reza
Metrotvnews.com, Tarakan: TNI Angkatan Udara (AU) menyiagakan tiga pesawat Sukhoi untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia di wilayah perbatasan. Tugas utamanya yaitu mengantisipasi Malaysia yang kerap melanggar dengan memasuki wilayah Perairan Karang Unarang dan Ambalat.
Sekitar pukul 11.00 Wita, Senin (24/11/2014), tiga pesawat dari Skuadron Pangkalan TNI AU (Lanud) Makassar itu tiba di Bandar Udara Juwata Tarakan, Kalimantan Utara. Sebelum mendarat, tiga pesawat itu berpatroli di Perairan Karang Unarang dan Ambalat.
“Kita sudah kontak dengan kapal TNI AL. Mereka menyampaikan keadaan di laut,” kata Komandan Skuadron Lanud Makassar Letkol Penerbang David Tamboto usai mendarat di Tarakan.
Kedatangan tiga Sukhoi itu disambut Komandan Lanud Tarakan Letkol Penerbang Tiopan Hutapea. Menurutnya, kedatangan ketiga Sukhoi bertujuan menyukseskan Operasi Garda Wibawa.
Operasi, kata Tiopan, diresmikan Panglima TNI Jenderal Moeldoko pada Mei 2014. Tugas utamanya yaitu menjaga kedaulatan wilayah negara di laut maupun udara. Terutama di daerah terdepan perbatasan Indonesia. (Metrotvnews)