Minggu, 01 Maret 2015

Ngebet jual alutsista, Dubes AS yakin Indonesia tak diembargo



Marcheilla Ariesta Putri Hanggoro | Sabtu, 8 November 2014


Dubes AS untuk Indonesia Robert O. Blake. (c) polit.uz

Merdeka.com - Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O. Blake menegaskan kerja sama penjualan alat utama sistem persenjataan (alutsista) kedua negara bakal berkesinambungan. Negara Adi Daya itu tak lagi menganggap Indonesia sebagai ancaman terhadap demokrasi. TNI pun dinilai sudah berbenah, meninggalkan praktik pelanggaran hak asasi di era Orde Baru.
"Soal embargo, kita sudah berada di fase kerja sama pertahanan yang berbeda. Indonesia sekarang menjadi negara demokrasi kuat, menjadi panutan negara-negara lain. Itu membuat kami percaya diri meningkatkan platform alutsista dan menawarkan model lebih canggih," kata Blake seusai melawat ke Pameran IndoDefense di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (7/11).
Untuk membuktikan ucapannya, dia pun menyitir pembelian beberapa unit Helikopter Apache oleh Kementerian Pertahanan. Blake mengatakan, tidak sembarang negara diizinkan membeli heli tempur tersebut.
"Hanya ada 11 negara yang kami izinkan membeli helikopter itu," ujarnya.
Indonesia tahun ini ingin kembali membeli helikoper dari AS. Maret lalu, TNI Angkatan Darat meminta beberapa unit Black Hawk dan Chinook agar masuk pagu anggaran Kementerian Pertahanan.

Sedangkan transaksi yang sudah deal dengan negara adi daya itu adalah pembelian delapan unit helikopter serang AH-64D Apache. Nilai pembelian alutsista udara itu mencapai USD 250 juta (setara Rp 3,1 triliun) dan rencananya seluruh unit tiba di Indonesia pada 2017.
Blake berharap pemerintah Indonesia tidak cuma membeli helikopter. Banyak jenis alutsista lain bisa dilirik. Dalam Pameran IndoDefense, wakil AS mencapai 19 perusahaan.
Dubes Negeri Paman Sam itu sekaligus menyitir meningkatnya nilai penjualan alutsista ke Indonesia. Ini menurutnya membuktikan bahwa insiden embargo pada 1999 lalu tak lagi berpengaruh dalam kebijakan pengadaan Kemenhan.
"Tahun kemarin, kami berhasil menjual sekitar USD 250 juta perlengkapan militer ke Indonesia. Di masa depan angka itu belum memasukkan Apache," ungkap Blake.
Dia pun tidak menampik bahwa AS memang ngebet menjual peralatan militer buat TNI AD, AL, maupun AU. Alih teknologi akan jadi insentif agar militer Indonesia kembali melirik senjata Made in USA.

Itu, menurut Blake, sudah dibuktikan lewat kerja sama sektor BUMN-swasta. Yakni antara PT Dirgantara Indonesia dengan PT Honeywell Indonesia. Perusahaan suku cadang penerbangan itu memasok alat avionik, transponder navigasi dan sebagainya buat PT DI. Mayoritas merupakan komponen lokal.
Blake menjamin, skema kerja sama serupa bisa diterapkan dalam penjualan alutsista buat TNI. "Saya tidak bisa bilang target (peningkatan penjualan alutsista). tentu akan berkembang seiring kebutuhan militer Indonesia," imbuhnya.
Untuk diketahui, TNI cukup trauma dengan embargo penjualan suku cadang alutsista oleh AS selama 1999-2005. Pelarangan itu muncul setelah terjadi insiden pembantaian warga sipil Timor Leste, diduga oleh militer Indonesia.
Peralatan canggih seperti jet tempur dan meriam mangkrak di awal era Reformasi akibat tak ada suku cadang. Itu pula alasan Kemenhan era Megawati melirik Rusia dan negara-negara lain sebagai pemasok kebutuhan alutsista.

Tidak ada komentar: