Jumat, 06 Februari 2015

Fly Pass Pesawat Tempur TNI AU pada HUT RI ke-69 dan Imbangan Kekuatan dengan Australia



11 Agustus 2014

 

Ilustrasi fly pass pesawat tempur TNI AU (foto : tempo.co)

Kasau Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia usai upacara Peringatan ke-67 Hari Bhakti TNI Angkatan Udara di Kesatrian AAU Yogjakarta, Kamis (7/8/2014) menyatakan bahwa pada peringatan HUT RI ke-69 tanggal 17 Agustus 2014, TNI AU akan melakukan fly pass (terbang lintas) diatas panggung kehormatan.

Fly Pass akan dilakukan oleh  32 pesawat TNI AU dalam dua formasi besar.  Flight kesatu terdiri dari formasi  10 pesawat tempur latih  T-50 Golden Eagle asal Korea dan 6 pesawat tempur ringan  Hawk 100/200. Sementara flight kedua terdiri dari 8 pesawat F-16 versi lama  dan termasuk 3 pesawat yang baru tiba, hibah dari pemerintah AS, F16 blok C/D 52ID, juga gabungan dari  8 pesawat Sukhoi-27/30. Dengan demikian maka  masing-masing flight akan terdiri  terdiri dari 16 pesawat, dimana jumlah masing-masing formasi merupakan kekuatan satu skadron udara.

Terbang lintas tersebut merupakan sebuah pertanggung jawaban TNI AU sebagai abdi negara dalam mempertahankan kedaulatan di udara. Dimana pemerintahan Presiden SBY telah menambah kekuatan pesawat latih dan tempur udara. Dalam fly pass akan ditampilkan berbagai pesawat produk dari  empat  negara. Pesawat T-50 tempur taktis adalah pesawat terbaru buatan Korea Selatan, pesawat Hawk 100/200 buatan Inggris, pesawat F-16 buatan Amerika Serikat dan pesawat Sukhoi 27/30 buatan Rusia. Dengan demikian maka dari pengalaman pahit di masa lalu soal embargo, kini TNI AU menjadi lebih fleksibel dan akan selalu mampu melaksanakan pertahanan udara apabila terulang kembali kasus embargo.

Terkait dengan datangnya alutsista TNI AU yang baru dan kesiapan penerbangnya, Kasau mengatakan, paralel dengan penambahan pesawat sudah disiapkan dan di programkan jumlah pesawat serta penerbang dan pelatihnya sehingga pesawat yang ada akan siap operasional, paling tidak 75 persen harus siap operasi dan 25 persen untuk perawatan.

Kasau mengharapkan, paling tidak 40 penerbang dapat dihasilkan dari setiap angkatan sekolah penerbang dengan masukan dari sekolah penerbang PSDP dan AAU serta lulusan sekolah penerbang dari negara sahabat di luar negeri seperti Amerika Serikat.

Menyiapkan seorang penerbang tempur bukanlah pekerjaan mudah, jenjang pendidikannya bertingkat dan selalu seorang penerbang harus siap baik dalam masalah kesehatan, skill maupun sikap mentalnya. Semakin canggih sebuah pesawat tempur, maka dibutuhkan skill penerbang yang semakin tinggi. Oleh karena itu dengan penambahan 102 pesawat bermacam jenis dalam dua renstra, maka kebutuhan penerbang sekaligus para ground crew menjadi tugas berat dan mutlak yang sukses disiapkan oleh para pimpinan TNI AU.

Kabinet Indonesia Bersatu Jilid-II dibawah Presiden SBY yang memutuskan meningkatkan kemampuan militer (TNI) dalam konsep MEF yang akan dilaksanakan melalui rencana strategis 5 tahunan. Kementerian Pertahanan  optimis pencapaian kekuatan pokok minimal (MEF) lebih cepat lima tahun dari target yang telah ditentukan. Jika awalnya pencapaian MEF akan tercapai pada 2024, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro yakin MEF bisa tercapai pada 2019. “Awalnya pencapaian MEF ditargetkan selesai dalam tiga kali renstra (2009-2024). Namun, ternyata bisa dicapai dalam dua kali renstra (2009-2019),” kata Menhan.

Walaupun jumlah skadron masih dapat dikatakan belum memenuhi kebutuhan pertahanan secara penuh dibandingkan dengan luas wilayah, tetapi dengan penambahan kekuatan pesawat tempur unggulan, TNI AU sudah mampu melindungi wilayah kedaulatan dari penerbangan gelap serta ancaman udara. Penggelaran kekuatan dapat dilakukan merata baik di wilayah Indonesia Barat, Tengah maupun Timur.

Balance of Power dengan Australia
Kini Indonesia sudah dalam taraf selangkah lebih maju, bangkit berdiri tegak sejajar dengan negara tetangga. TNI AU sudah memiliki Flanker Family, SU-27SKM dan SU-30MK2 disamping Fighting Falcon F-16. Untuk Su-27 dirancang sebagai pesawat interceptor dan pesawat tempur superioritas udara jarak jauh, masuk generasi ke-4, menjadi saingan utama pesawat tempur buatan Amerika Serikat (F-14 Tomcat, F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon, dan F/A-18 Hornet). Sementara Sukhoi-30 (Flanker C)  adalah pesawat tempur multifungsi generasi ke-4+, yang efektif dipakai sebagai pesawat serang darat.

Dari pengalaman perbandingan kekuatan, kini TNI AU bisa berbangga diri, dimana alutsista tempur yang dimiliki telah mampu mengimbangi negara-negara tetangga, dan bahkan dalam kondisi terkini Sukhoi TNI AU sempat membuat kejutan di Australia. Saat TNI AU mengikuti latihan bersama Pitch Black 2012, pemerintah Australia, khususnya RAAF merasakan kegundahan dan keterkejutan, dimana Su-30 TNI AU ternyata lebih unggul dibandingkan F-18F Super Hornet hampir disemua lini.  Dari hasil latihan tersebut,  Australia kini telah memutuskan akan membeli  58 buah pesawat tempur F-35 Joint Strike Fighter.

Dari keputusan tersebut, ternyata The Business Spectator, media di Australia masih tetap juga meragukannya. Dikatakan, bahwa Indonesia bisa sewaktu waktu membeli Su-35 atau juga nanti pesawat tempur generasi kelima PAK-FA T-50. Apabila tidak membeli F-35, maka Australia akan menjumpai masalah besar. Para pengamat militer di Australia menyatakan bahwa dalam memegang slogan RAAF  (first look, first shoot, first kill), para pejabat Australia harus berjuang keras.

Lebih jauh analis Bisnis Spectator menyatakan, “Sebagai contoh, F-35 JSF (Joint Srike Fighter) dapat beroperasi secara efektif hanya untuk ketinggian maksimal sekitar 40.000 feet (walau masih bisa beroperasi lebih tinggi tetapi kalah di tingkat yang lebih tinggi). Sebaliknya, Sukhoi dapat beroperasi pada kapasitas penuh di tingkat yang jauh lebih tinggi dan dengan kelebihan dan keuntungan, mereka memiliki sistem dan senjata yang bisa meruntuhkan sebuah JSF Australia sebelum mereka memiliki kesempatan menerapkan slogannya.” Ditegaskan oleh BS bahwa tidak ada pertempuran udara yang diperlukan. Pesawat Australia sudah runtuh sebelum bertempur, karena disergap jauh sebelum dia menyadarinya.

Jalan keluar terbaik yang disarankan adalah apabila Australia (RAAF) memiliki F-22 Raptor atau teknologi Raptor yang diterapkan pada pesawat tempur pilihan yang dipilih. Yang menjadi masalah, Amerika tidak mengijinkan F-22 dijual kepada negara lain selain untuk kepentingan pertahanan dalam negerinya. Dengan demikian walau kini Australia akan membeli 58 buah F-35 yang akan diterima pertama tahun 2018, BS masih meragukan, karena tinggal selangkah lagi Indonesia bisa memiliki Sukhoi-35.

Karena belum adanya pilihan lain, mengingat Indonesia kini sudah memiliki Sukhoi  yang mampu mendikte Super Hornet mereka, pemerintah Australia  meyakinkan masyarakatnya. PM Abbott saat mengumumkan keputusan pembelian F-35 menurut SMHU (23/4/2014) menyatakan, “The fifth-generation F-35 is the most advanced fighter in production anywhere in the world and will make a vital contribution to our national security.” Diberitakan juga keyakinan pemerintah Australia, bahwa pesawat F-35 yang akan beroperasi bersama-sama dengan pesawat tempur Super Hornet serta pesawat electronic warfare Growler akan memastikan Australia mampu mempertahankan keunggulan udara di kawasan regional.

Selain itu Australia juga memutuskan akan membeli tujuh  pesawat tanpa awak (drones/UAV)  Triton MQ-4C buatan pabrik Northrop Grumman, seperti yang kini dipergunakan oleh US Navy. Menteri Pertahanan Australia David Johnston kini sedang berjuang keras untuk mendapat persetujuan kabinet agar kebutuhan pengadaan tujuh Triton sebesar US$2,5 milyar dapat terpenuhi. Triton adalah satu-satunya UAV yang bisa terbang di 20.000 meter (60.000 feet) selama 30 jam dan dapat memantau hingga seluas 40.000 kilometer persegi lautan dalam misi tunggalnya .
Triton memiliki lebar sayap 40 meter dan sensor suite akan mencakup radar 360 derajat yang kuat , seluruh elektro optik dan kamera infra merah , pelacakan sasaran dan auto motion video penuh . Versi Global Hawk juga telah digunakan sebagai simpul komunikasi untuk suara dan data untuk pasukan AS atas Afghanistan dan menurut Northrop Grumman, sebuah Triton tunggal bisa menutupi area yang sama dengan 14 sampai 21 UAV lain .

Mengapa pemikiran balance of power dengan Australia? Karena dari beberapa negara tetangga, Australia salah satu negara yang sangat paranoid apabila Indonesia meningkatkan kemampuan alutsistanya, dengan pemahaman balance of power. Australia yang menurut pengamat militer, selalu merasa sebagai Deputy Sherif AS  di kawasan Asia Tenggara, selalu menaruh curiga kepada Indonesia. Dalam buku putih pertahanannya, sebagai dasar pijakan pertahanan,  disebutkan bahwa musuhnya akan datang dari Utara, berarti jelas  dari wilayah Indonesia.

Australia beberapa waktu lalu  terbukti bersama-sama Amerika telah melakukan operasi penyadapan kepada pejabat Indonesia (termasuk Presiden SBY  dan Ibu negara). Berarti memang apabila militer strategis dan pertahanan udara kita lemah seperti saat Operasi Seroja, maka Australia kembali akan mengacak-acak wilayah Indonesia. Mereka saat itu bebas merdeka membantu Fretilin dengan melalui unsur udara tanpa terlacak. Tetapi kini TNI AU telah dilengkapi dengan Radar di wilayah Timur, yang berarti dari Barat ke Timur sudah di cover radar Kohanudnas. Australia sudah tidak bisa bebas bermain-main seperti dahulu lagi.

Dari sejarah konflik militer, Australia pernah sangat gundah saat Indonesia mempunyai TU-16 pada tahun 1961 (Operasi Trikora). Kemampuan udara strategis TNI AU mampu melintasi wilayah udaranya dan juga wilayah udara Singapura dan Malaysia. Kekuatan pembom strategis TNI AU membuat Belanda tanpa banyak ribut melepaskan Irian Barat (kini Papua). Semua adalah atas saran AS sebagai sekutunya, yang melakukan pengintaian dengan pesawat mata-mata U-2, membenarkan bahwa di Lanud Iswahyudi, Madiun terparkir pembom berat itu. Jadi kekuatan udara yang canggih bisa dipergunakan untuk kepentingan  diplomasi, lebih efektif karena adanya unsur “pressure” disitu.

Dari pembahasan singkat diatas, penulis menyarankan, dalam waktu beberapa bulan lagi akan terjadi pergantian pemerintahan. Pemikiran akan pentingnya kepemilikan alutsista yang agak mengimbangi negara tetangga sangatlah diperlukan.  Upaya untuk mencapai kekuatan pokok minimum, MEF (Minimum Essential Force) pertahanan yang kini baru tercapai sekitar 40 persen penulis harapkan masih menjadi fokus kebijakan pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI ke depan. Kita membutuhkan kekuatan tempur handal, tanpa itu maka negara ini tidak mempunyai bargaining power, lebih khusus lagi kita tidak punya bargaining position. Kira-kira  kesimpulannya, dibutuhkan kesinambungan kebijakan.

Inilah Pesawat-pesawat yang akan melakukan Fly passs Pada 17 Agustus 2014 :



Pesawat tempur F-16 merupakan salah satu tulang punggung Pertahanan Udara Indonesia, tergabung di Skadron 3 (Lanud Iswahyudi, Madiun) dan Skadron-16   Lanud Rusmin Nuryadin, Pekanbaru. Kedua Skadron akan diperkuat F-16 A/B-15OCU (versi terdahulu TNI AU)  dan F-16 C/D-52ID (versi upgrade) yang baru tiba dari AS.

F-16 ID yang baru di upgrade mampu menggotong persenjataan kanon 20mm, bomb standar MK 81/82/83/84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), rudal AGM-65 Maverick, AGM-84 Harpoon antikapal, AGM-88 HARM antiradar, AIM-9 Sidewinder L/M/X, AIM-120 AMRAAM-C untuk penembakan “Beyond Visual Range”.

ACMI Pod serta mampu menggunakan navigation dan targeting pod untuk operasi malam hari serta misi Suppression Of Enemy Air Defence (SEAD), yaitu menghancurkan pertahanan udara musuh.


Sukhoi Su-27 (kode NATO: Flanker) adalah pesawat tempur yang awalnya diproduksi oleh Uni Soviet, dan dirancang oleh Biro Desain Sukhoi. Pesawat ini direncanakan untuk menjadi saingan utama generasi baru pesawat tempur Amerika Serikat (yaitu F-14 Tomcat, F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon, dan F/A-18 Hornet). Su-27 memiliki jarak jangkau yang jauh, persenjataan yang berat, dan kelincahan yang tinggi. Sukhoi TNI AU adalah Su-27 MKM sebanyak 10 buah di Skadron-11, dengan dislokasi di Lanud Hasanudin, Makassar. Bentuk Su-27 dan Su-30 hampir mirip karena itu hanya satu yang ditayangkan (perbedaan utama pada warna lorengnya, Su-27 Abu-abu, Su-30 Biru).

Sukhoi Su-30 (kode NATO: Flanker-C) adalah pesawat tempur yang dikembangkan oleh Sukhoi Rusia pada tahun 1996. Pesawat ini adalah pesawat tempur multi-peran, yang efektif dipakai sebagai pesawat serang darat. Pesawat ini bisa dibandingan dengan F/A-18E/F Super Hornet and F-15E Strike Eagle Amerika Serikat, (unggul dari Super Hornet saat latihan Pitch Black 2012).  Pesawat ini adalah pengembangan dari Su-27UB, dan memiliki beberapa varian. Seri Su-30K dan Su-30MK telah sukses secara komersial. Varian-varian ini diproduksi oleh KNAAPO dan Irkut, yang merupakan anak perusahaan dari grup Sukhoi. KNAAPO memproduksi Su-30MKK dan Su-30MK2. Enam buah Su-30 MK2 kini memperkuat Skadron 11, Wing-5 Koopsau-II.

Persenjataan Sukhoi TNI AU  adalah peluru kendali (rudal) Zvezda Kh-31P atau sandi NATO, AS-17 Krypton  dikenal sebagai mediun range air to surface missile. Rudal Krypton buatan Rusia ini dilengkapi sensor hybrid active-pasive guidance untuk menyergap sasaran darat maupun udara, misalnya sistem pertahanan musuh atau pesawat mata-mata seperti AWACS.  Rudal anti-radar ini bisa mematikan penjejaknya saat diserang.

Komponen tercanggih  rudal Kh-31P adalah  kombinasi 5 roket, booster dan ramjet, yang dipadukan pada sistem  roket pendorongnya (propulsi ganda). Pada tahap awal rudal ini berakselerasi menggunakan solid-fuel rocket engine, untuk mendapatkan kecepatan 1,8 mach. Setelah itu mesin pendorong pertama dilepas, digantikan 4 mesin jet pendorong, hingga mencapai kecepatan 3,5 mach. Kecepatan tinggi ini berguna untuk mengurangi resiko rudal disergap oleh anti rudal, termasuk apabila  harus menerobos sistem pertahanan musuh untuk menghancurkan radar penjejak (air search radars) dan (fire control radar).

Krypton memiliki kecepatan hingga Mach 3,5, mampu terbang sejauh 110 Km. Memiliki kemampuan sea skimming, dan bisa mematikan penjejaknya. Krypton yang termasuk ke dalam keluarga ARM (Anti Radiation Missile), dapat diluncurkan dari pesawat Sukhoi-27, dan Sukhoi-30 TNI AU. Pada tahun 1988 Krypton dikembangkan sebagai jawaban terhadap pengembangan sistem pertahanan udara Patriot  dan Aegis dari AS.

Krypton memiliki panjang 5, 2 meter dengan berat 600 Kg,  tidak dibebani hulu ledak besar  hanya 90 Kg (Blast Frag). Karena rudal ini ditugaskan untuk menghancurkan kapal perang, fasilitas radar, drone , ataupun pesawat mata-mata. Karena itu maka  Krypton mendapat julukan “ The AWACS killer”.

Untuk varian Kh-31P yang dimiliki TNI AU menggunakan pemandu radar pasif untuk sistem rudal anti radiasi. Bila pada versi Kh-31A jarak tembak hanya 50 km, maka pada versi Kh-31P jarak tembak ditingkatkan hingga 110 km, type Kh-31PKM jarak tembaknya 200km.  Hingga kini KH-31P masih diandalkan oleh AU Rusia, Cina, India, Venezuela, Kuba, Suriah, Vietnam dan kini Indonesia. Ini hanyalah adalah salah satu senjata Sukhoi yang diketahui, masih ada beberapa lagi yang tidak dipublikasikan.


Pesawat T-50i Golden Eagle memberikan total sistem pelatihan lanjutan yang akan menjembatani kesenjangan antara pelatihan terbang dasar kepada pesawat tempur dengan kinerja tinggi. Ini adalah pesawat latih yang akan memperkenalkan kepada para penerbang generasi baru pesawat tempur yang modern dan canggih.

T-50 adalah pesawat produksi perusahaan Korea Aerospace Industries (KAI) yang dalam proses pembuatannya pembiayaanya 13 persen dibiayai oleh   Lockheed Martin (AS) , 17 persen oleh  KAI  dan sisanya, 70 persen ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan. T-50 telah dikembangkan lebih lanjut menjadi pesawat  aerobatic (T-50B, digunakan tim aerobatik AU Korea Selatan/ ROKAF).
Varian T-50A untuk latih lanjut, T-50B untuk LIFT (lead-in fighter trainer) yang disebut juga FA-50 oleh Republic of Korea Air Force (RoKAF), yaitu multirole fighter mirip dengan multirole KF-16 (F-16 versi Korsel).    Negara lain yang memesan T-50A adalah Irak, Polandia, Spanyol dan Philipina.

Pada awalnya pesawat ini lebih dikenal dengan KTX-2 pesawat latih dan tempur ringan yang diproduksi dan diperuntukan bagi Republik of Korea Air Force (ROKAF). Pesawat latih supersonik seharga US $21 juta dolar (tahun 2008) ini menjanjikan banyak fitur canggih didalamnya.  Pesawat ini juga sebagian akan dipergunakan sebagai pesawat aerobatic, (Jupiter Aerobatic Team). Dalam kondisi khusus, Golden Eagle juga akan dipergunakan sebagai pesawat serang ringan.
Pesawat ini dilengkapi dengan sistem avionik canggih seperti  Active Electronically Scanned Array (AESA) radar,  dilengkapi dengan engine General Electric F404-102 tunggal mesin turbofan lisensi diproduksi oleh Samsung Techwin, di upgrade dengan Full Authority Digital Engine Control (FADEC) sistem yang dikembangkan bersama oleh General Electric dan Korea Aerospace Industries.  T-50 juga dilengkapi dengan Honeywell H-764G embedded global positioning/ inertial navigation system dan HG9550 radar altimeter. Ini adalah pesawat latih pertama  yang memiliki fitur digital triple kontrol fly-by-wire yang maju.

T-50  juga dilengkapi dengan persenjataan General Dynamics A-50,  20 mm meriam internal. Meriam versi tiga laras dari Vulcan M61  dengan 205 butir amunisi linkless. Misil AIM-9 Sidewinders dapat dipasang pada wing tip (ujung sayap), dan senjata tambahan lainnya dapat dipasang pada underwing. Kompatibel peluru kendali air to ground,  RUPS-65 Maverick, Hydra 70 dan peluncur roket LOGIR, CBU-58 dan MK-20 kluster bom , Mk-82, -83, dan -84 general purpose bombs.


Pesawat Tempur Hawk 100/200, yang dioperasikan TNI AU, oleh  pabrik pembuatnya British Aerospace (BAe) diberi kode tambahan angka 9 hingga  dikenal dengan seri Hawk 109/209. Hawk 109  adalah   jet tempur latih advance trainer / LIFT (Lead In Fighter Trainer). Dengan pesawat ini, pendidikan bagi pilot tempur akan lebih singkat, karena teknologi dan kemampuannya mendekati kemampuan jet tempur sejati.

Hawk 209 TNI AU yang berkursi tunggal telah  dilengkapi dengan avionic yang lebih canggih ini adalah  pesawat tempur ringan yang berkemampuan multirole. Karena sudah sangat mendekati fungsi tempur sesungguhnya,  pihak pabrik menambah radar  APG 66H adalah buatan Northrop Grumman, yang juga digunakan pada pesawat F-16A/B, serta dilengkapi dengan air refuelling probe. Selain itu pesawat latih ini dilengkapi dengan sistem navigasi LINS 300 Ring Laser Gyroscope, Air Data Sensor dan Display Processor and Mission Computer.

Sebagai jet tempur, Hawk 209 dilengkapi berbagai persenjataan. Kombinasi senjata untuk misi combat air patrol adalah gabungan dari kanon ADEN 30mm dan dua rudal AIM-9 P4 Sidewinder yang dipasang pada  wingtip. Pesawat ini juga dapat membawa peluru kendali (rudal) udara ke darat AGM-65 Maverick, udal anti kapal Sea Eagle, Torpedo, serta berbagai macam jenis bom.  Khusus untuk kanon ADEN dipasang diluar tubuh pada cantelan bagian tengah. Selain itu, karena fisiknya yang kecil, radius tempur jet ini juga terbatas. Kelemahan ini bisa diatasi  dengan dukungan pesawat tanker KC-130B

Pada awal kedatangannya, Hawk 109/209 berjumlah 40 pesawat yang terdiri dari 8 pesawat Hawk 109, 32 pesawat Hawk 209 dan ditempatkan di Skadron Udara 1 Elang Khatulistiwa Lanud Supadio, Pontianak dan Skadron Udara 12 Black Panthers, Lanud Roesmin Nuryadin, Pekanbaru, Riau.

Penutup
Demikian gambaran singkat serta beberapa informasi dengan data dari beberapa jenis pesawat tempur kebanggaan TNI AU yang akan melakukan terbang lintas pada saat peringatan detik-detik proklamasi Hari Ulang Tahun Republik Indonesia  ke-69, tanggal 17 Agustus 2014. Fly Pass semacam ini juga pernah dilakukan pada peringatan HUT RI tahun lalu dan mendapat sambutan meriah, karena para putera terbaik insan dirgantara yang terpilih menerbangkan pesawat tempur ini juga merasa bangga memberikan bukti kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
Inilah kami, bagian dari abdi negara yang akan berjuang mempertahankan negara ini melalui wahana udara. Selamat Ulang Tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia ke-69, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi Indonesia menuju cita-cita mulianya, adil, makmur, sejahtera. Indonesia I Love You, sampai kapanpun. (www.ramalanintelijen.net)

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net

Tidak ada komentar: