20 Juli 2012
SU-27 Indonesia
Untuk pertama kalinya tanggal 27
Juli 2012 nanti, pesawat tempur andalan Indonesia, SU-27/SU-30 MK2 keluar dari
Makassar, terbang ke Australia mengikuti moc combat, Pitch Black 2012.
Selama ini Indonesia belum pernah
menyertakan jet tempur Sukhoi dalam latihan perang dengan Australia. Bahkan
ketika Australia datang ke Markas Sukhoi di Makassar, Indonesia hanya
memunculkan F-16 saat latihan dengan F/A-18 Hornet.
Australia menyambut gembira rencana
kedatangan Sukhoi Indonesia karena dianggap sebuah peningkatan kerjasama antar
kedua negara. “Angkatan Udara Indonesia belum pernah memberikan akses kepada
Angkatan Udara Australia, untuk mengenal Sukhoi Rusia yang dirancang untuk
menandingi jet tempur generasi keempat Amerika Serikat”, ujar Lindsay Murdoch
dari Casey Weekly Berwick.
4 Sukhoi RI dan 4 F/A-18F Australia
akan “bertarung” dan saling menjajal kemampuan di wilayah udara Indonesia-
Australia. Kedua kelompok yang bertarung moc combat, terbang dari Pangkalan
Udara Darwin dan Tindal-Katherine, Australia Utara. Jet-jet tempur dari Amerika
Serikat juga berpartisipasi dalam ujicoba perang udara tanggal 27 juli hingga
17 Agustus 2012 di Australia.
SU-30MK2 Indonesia
Pakar Militer Australia John Farrell
menilai keputusan Indonesia mengirim Sukhoi ke Australia, membawa kerja sama
pertahanan kedua negara ke level baru yang lebih tinggi. “Sebelumnya, Indonesia
tidak pernah mengirim pesawat tempur utamanya ke luar negeri. Hal ini terjadi
karena Indonesia dan Australia menghadapi ancaman besar di wilayah mereka”,
ujar Farrel merujuk ke China dan India.
Australia begitu surprise dengan rencana
Indonesia mengirimkan Sukhoi ke negara mereka, karena pesawat ini dinilai aset
pertahanan udara paling rahasia dari Indonesia. Dengan munculnya pesawat sukhoi
ini, para pilot Australia bisa berkenalan langsung dengan karakter pesawat
tempur Rusia yang mereka segani. Menurut Australia, tindakan mengirim Sukhoi,
merupakan wujud kepercayaan Indonesia ke Australia, terlebih lagi sejak
Australia mengundang pasukan AS untuk menetap di Darwin.
Juru Bicara TNI AL Kolonel Agung Sasongkojati membenarkan TNI AU akan mengirim jet Sukhoi ke Australia dalam latihan perang Pitch Black. Para pilot Indonesia sedang berlatih sebelum diterjunkan dalam latihan bersama nanti. Latihan perang yang lebih intim diharapkan menjadi dasar peningkatan hubungan kerjasama militer kedua negara.
Menurut pihak Australia, saat ini
Indonesia dan Australia sedang melakukan negosiasi untuk membentuk perjanjian
kerjasama pertahanan. Kerjasama itu ditujukan untuk mengimbangi ancaman militer
China yang semakin menguat di kawasan Asia Tenggara. China pun telah memperluas
patroli kapal perang destroyernya hingga meliputi seluruh laut China Selatan.
Bahkan Jepang menyampaikan keluhannya tentang semakin agresifnya patroli kapal
perang China yang mendekati laut Jepang.
Pengiriman Sukhoi Indonesia ke
Australia memang bisa diterjemahkan dengan bermacam-macam sudut pandang.
Pengiriman Sukhoi ke Australia juga menunjukkan alutsista Indonesia bisa
langsung menyentuh wilayah Australia. Para pilot akan berkenalan dengan
geografis Australia, sekaligus mengenal karakter F/A-18F.
Angkatan Udara Australia (RAAF) mengoperasikan 57 pesawat F/A-18A serta 18 pesawat F/A-18B sejak tahun 1984 dan 4 dari pesawat itu jatuh, sehingga tinggal 71 unit.
Sebanyak 14 Pesawat F/A-18 Australia
sempat berpartisipasi dalam perang Irak tahun 2003, sebagai close air support
bagi pergerakan pasukan di darat. F-18 Australia juga telah di-up grade pada
tahun 1999an namun segera dipensiunkan karena semakin meningkatnya biaya
operasi dan out of date. Sebagai gantinya Australia telah memesan 72 jet tempur
F-35 Lightning II.
Sebelumnya, pada tahun 2007
Australia juga memesan F/A-18F Super Hornet untuk mengganti Skuadron F-111 yang
sudah tua. F/A-18F Australia mulai beroperasi Desember 2010.
Rudal udal udara ke udara F/A 18 F Super Hornet:
4× AIM-9 Sidewinder atau 4× AIM-120 AMRAAM,
2× AIM-7 Sparrow atau tambahan 2× AIM-120 AMRAAM
4× AIM-9 Sidewinder atau 4× AIM-120 AMRAAM,
2× AIM-7 Sparrow atau tambahan 2× AIM-120 AMRAAM
Rudal udara ke darat:
AGM-65 Maverick
Standoff Land Attack Missile (SLAM-ER)
AGM-88 HARM Anti-radiation missile
AGM-154 Joint Standoff Weapon (JSOW)
AGM-65 Maverick
Standoff Land Attack Missile (SLAM-ER)
AGM-88 HARM Anti-radiation missile
AGM-154 Joint Standoff Weapon (JSOW)
Rudal Anti-Kapal:
AGM-84 Harpoon
AGM-84 Harpoon
Bom:
JDAM Precision-guided munition, Paveway Laser guided, Mk 80 unguided iron bombs, CBU-87 cluster, CBU-78 Gator, CBU-97 dan Mk 20 Rockeye II.
JDAM Precision-guided munition, Paveway Laser guided, Mk 80 unguided iron bombs, CBU-87 cluster, CBU-78 Gator, CBU-97 dan Mk 20 Rockeye II.
Avionic:
Hughes APG-73 or Raytheon APG-79 Radar
Northrop Grumman/ITT AN/ALE-165 self-protection jammer pod
BAE Systems AN/ALE-214 integrated defensive electronic countermeasures
Raytheon AN/ALE-50 atau BAE Systems AN/ALE-55 towed decoy
Northrop Grumman AN/ALR-67(V)3 radar warning receiver
MIDS LVT or MIDS JTRS datalink transceiver
Hughes APG-73 or Raytheon APG-79 Radar
Northrop Grumman/ITT AN/ALE-165 self-protection jammer pod
BAE Systems AN/ALE-214 integrated defensive electronic countermeasures
Raytheon AN/ALE-50 atau BAE Systems AN/ALE-55 towed decoy
Northrop Grumman AN/ALR-67(V)3 radar warning receiver
MIDS LVT or MIDS JTRS datalink transceiver
F/A-18F Super Hornet Australia
Jika melihat rudal dan avionic yang
diusung F/A 18 F Super Hornet, tampaknya jet tempur itu benar-benar tangguh,
baik persenjataan maupun avionic. Namun setelah dilakukan analisa head to head,
tidak demikian realitanya.
Sejak Indonesia membeli SU 27 maupun
SU 30, Australia terus mengkaji kemampuan pesawat tempur Rusia tersebut, karena
bisa menjadi ancaman bagi mereka. Berbagai kajian tentang F/A 18 VS SU 30
dilakukan Australia. Hasilnya menunjukkan F/A- 18 Super Hornet kalah dibandingkan
SU 30, hampir dari semua lini.
“Jika Flanker (Sukhoi) dibandingkan
Super Hornet, tampak jelas kehebatan: firepower, kecepatan, raw agility, jarak
tempuh, dan performa manuver pesawat dimiliki oleh Sukhoi”, ujar pengamat
militer Dr Carlo Kopp di Defence Today.
Selain itu, dari segi kecepatan
supersonic, akselerasi subsonic dan kemampuan mendaki, Super Hornet kalah dari
seluruh varian pesawat Sukhoi (flanker). “High speed turning performance,
where thrust limited, also goes to the Flanker, as does supersonic manoeuvre
performance“, tambah Carlo Kopp.
Apalagi bila membandingkan F/A 18
Super Hornet dengan SU 27 dan Su 30 yang telah dilengkapi canard, maka
pesawat-pesawat Rusia itu sangat superior. Hal ini antara lain disebabkan
kelemahan Super Hornet dalam hal “lower combat thrust/weight ratio”, serta
“hybrid wing planform”.
Super Hornet juga kalah dalam hal combat radius performance, termasuk jika F/A- 18 dipasang eksternal tank. “There is no substitute for clean internal fuel”, tambahnya.
Selain kalah dari sisi performa
mesin dan aerodinamika pesawat, Super Hornet juga kalah telak dalam hal
kemampuan radar maupun misil. “The Flanker’s radar aperture is twice the size
of the Hornet family apertures, due to the larger nose cross section”.
Begitu pula dengan sistem defensif
pesawat. Super Hornet kalah telak. Terutama dalam hal Radar Warning Receiver,
mid/high band defensive jammer. “The Super Hornet does not have any compelling
advantage in EWSP capability”, ujar Carlo Kopp.
Analisa itu juga yang tampaknya membuat Australia mempercepat pensiunnya pesawat F/A 18 mereka. F/A 18 dinilai “out of date” dibandingkan dengan Sukhoi. Australia sangat mewaspadai kemampuan pesawat Sukhoi, karena jet tempur ini juga digunakan oleh India dan China.
Pakar-pakar militer Australia
menilai, perang udara di masa kini berbeda dengan di masa lalu yang banyak
ditentukan lewat dog fight. Perang udara masa kini bersifat asimetris. Pesawat
mana yang lebih dulu berhasil menjejak lawan atau menembak rudal, maka kemungkinan
besar dialah pemenangnya. (Jkgr).