Selasa, 25 November 2014

SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia

20 Juli 2012
 

SU-27 Indonesia

Untuk pertama kalinya tanggal 27 Juli 2012 nanti, pesawat tempur andalan Indonesia, SU-27/SU-30 MK2 keluar dari Makassar, terbang ke Australia mengikuti moc combat, Pitch Black 2012.
Selama ini Indonesia belum pernah menyertakan jet tempur Sukhoi dalam latihan perang dengan Australia. Bahkan ketika Australia datang ke Markas Sukhoi di Makassar, Indonesia hanya memunculkan F-16 saat latihan dengan F/A-18 Hornet.
Australia menyambut gembira rencana kedatangan Sukhoi Indonesia karena dianggap sebuah peningkatan kerjasama antar kedua negara. “Angkatan Udara Indonesia belum pernah memberikan akses kepada Angkatan Udara Australia, untuk mengenal Sukhoi Rusia yang dirancang untuk menandingi jet tempur generasi keempat Amerika Serikat”, ujar Lindsay Murdoch dari Casey Weekly Berwick.
4 Sukhoi RI dan 4 F/A-18F Australia akan “bertarung” dan saling menjajal kemampuan di wilayah udara Indonesia- Australia. Kedua kelompok yang bertarung moc combat, terbang dari Pangkalan Udara Darwin dan Tindal-Katherine, Australia Utara. Jet-jet tempur dari Amerika Serikat juga berpartisipasi dalam ujicoba perang udara tanggal 27 juli hingga 17 Agustus 2012 di Australia.


SU-30MK2 Indonesia

Pakar Militer Australia John Farrell menilai keputusan Indonesia mengirim Sukhoi ke Australia, membawa kerja sama pertahanan kedua negara ke level baru yang lebih tinggi. “Sebelumnya, Indonesia tidak pernah mengirim pesawat tempur utamanya ke luar negeri. Hal ini terjadi karena Indonesia dan Australia menghadapi ancaman besar di wilayah mereka”, ujar Farrel merujuk ke China dan India.
Australia begitu surprise dengan rencana Indonesia mengirimkan Sukhoi ke negara mereka, karena pesawat ini dinilai aset pertahanan udara paling rahasia dari Indonesia. Dengan munculnya pesawat sukhoi ini, para pilot Australia bisa berkenalan langsung dengan karakter pesawat tempur Rusia yang mereka segani. Menurut Australia, tindakan mengirim Sukhoi, merupakan wujud kepercayaan Indonesia ke Australia, terlebih lagi sejak Australia mengundang pasukan AS untuk menetap di Darwin.

Juru Bicara TNI AL Kolonel Agung Sasongkojati membenarkan TNI AU akan mengirim jet Sukhoi ke Australia dalam latihan perang Pitch Black. Para pilot Indonesia sedang berlatih sebelum diterjunkan dalam latihan bersama nanti. Latihan perang yang lebih intim diharapkan menjadi dasar peningkatan hubungan kerjasama militer kedua negara.
Menurut pihak Australia, saat ini Indonesia dan Australia sedang melakukan negosiasi untuk membentuk perjanjian kerjasama pertahanan. Kerjasama itu ditujukan untuk mengimbangi ancaman militer China yang semakin menguat di kawasan Asia Tenggara. China pun telah memperluas patroli kapal perang destroyernya hingga meliputi seluruh laut China Selatan. Bahkan Jepang menyampaikan keluhannya tentang semakin agresifnya patroli kapal perang China yang mendekati laut Jepang.
Pengiriman Sukhoi Indonesia ke Australia memang bisa diterjemahkan dengan bermacam-macam sudut pandang. Pengiriman Sukhoi ke Australia juga menunjukkan alutsista Indonesia bisa langsung menyentuh wilayah Australia. Para pilot akan berkenalan dengan geografis Australia, sekaligus mengenal karakter F/A-18F.


Angkatan Udara Australia (RAAF) mengoperasikan 57 pesawat F/A-18A serta 18 pesawat F/A-18B sejak tahun 1984 dan 4 dari pesawat itu jatuh, sehingga tinggal 71 unit.
Sebanyak 14 Pesawat F/A-18 Australia sempat berpartisipasi dalam perang Irak tahun 2003, sebagai close air support bagi pergerakan pasukan di darat. F-18 Australia juga telah di-up grade pada tahun 1999an namun segera dipensiunkan karena semakin meningkatnya biaya operasi dan out of date. Sebagai gantinya Australia telah memesan 72 jet tempur F-35 Lightning II.
Sebelumnya, pada tahun 2007 Australia juga memesan F/A-18F Super Hornet untuk mengganti Skuadron F-111 yang sudah tua. F/A-18F Australia mulai beroperasi Desember 2010.

Rudal udal udara ke udara F/A 18 F Super Hornet:
4× AIM-9 Sidewinder atau 4× AIM-120 AMRAAM,
2× AIM-7 Sparrow atau tambahan 2× AIM-120 AMRAAM
Rudal udara ke darat:
AGM-65 Maverick
Standoff Land Attack Missile (SLAM-ER)
AGM-88 HARM Anti-radiation missile
AGM-154 Joint Standoff Weapon (JSOW)
Rudal Anti-Kapal:
AGM-84 Harpoon
Bom:
JDAM Precision-guided munition, Paveway Laser guided, Mk 80 unguided iron bombs, CBU-87 cluster, CBU-78 Gator, CBU-97 dan Mk 20 Rockeye II.
Avionic:
Hughes APG-73 or Raytheon APG-79 Radar
Northrop Grumman/ITT AN/ALE-165 self-protection jammer pod
BAE Systems AN/ALE-214 integrated defensive electronic countermeasures
Raytheon AN/ALE-50 atau BAE Systems AN/ALE-55 towed decoy
Northrop Grumman AN/ALR-67(V)3 radar warning receiver
MIDS LVT or MIDS JTRS datalink transceiver


F/A-18F Super Hornet Australia

Jika melihat rudal dan avionic yang diusung F/A 18 F Super Hornet, tampaknya jet tempur itu benar-benar tangguh, baik persenjataan maupun avionic. Namun setelah dilakukan analisa head to head, tidak demikian realitanya.
Sejak Indonesia membeli SU 27 maupun SU 30, Australia terus mengkaji kemampuan pesawat tempur Rusia tersebut, karena bisa menjadi ancaman bagi mereka. Berbagai kajian tentang F/A 18 VS SU 30 dilakukan Australia. Hasilnya menunjukkan F/A- 18 Super Hornet kalah dibandingkan SU 30, hampir dari semua lini.
“Jika Flanker (Sukhoi) dibandingkan Super Hornet, tampak jelas kehebatan: firepower, kecepatan, raw agility, jarak tempuh, dan performa manuver pesawat dimiliki oleh Sukhoi”, ujar pengamat militer Dr Carlo Kopp di Defence Today.


Selain itu, dari segi kecepatan supersonic, akselerasi subsonic dan kemampuan mendaki, Super Hornet kalah dari seluruh varian pesawat Sukhoi (flanker). “High speed turning performance, where thrust limited, also goes to the Flanker, as does supersonic manoeuvre performance“, tambah Carlo Kopp.
Apalagi bila membandingkan F/A 18 Super Hornet dengan SU 27 dan Su 30 yang telah dilengkapi canard, maka pesawat-pesawat Rusia itu sangat superior. Hal ini antara lain disebabkan kelemahan Super Hornet dalam hal “lower combat thrust/weight ratio”, serta “hybrid wing planform”.


Super Hornet juga kalah dalam hal combat radius performance, termasuk jika F/A- 18 dipasang eksternal tank. “There is no substitute for clean internal fuel”, tambahnya.
Selain kalah dari sisi performa mesin dan aerodinamika pesawat, Super Hornet juga kalah telak dalam hal kemampuan radar maupun misil. “The Flanker’s radar aperture is twice the size of the Hornet family apertures, due to the larger nose cross section”.
Begitu pula dengan sistem defensif pesawat. Super Hornet kalah telak. Terutama dalam hal Radar Warning Receiver, mid/high band defensive jammer. “The Super Hornet does not have any compelling advantage in EWSP capability”, ujar Carlo Kopp.


Analisa itu juga yang tampaknya membuat Australia mempercepat pensiunnya pesawat F/A 18 mereka. F/A 18 dinilai “out of date” dibandingkan dengan Sukhoi. Australia sangat mewaspadai kemampuan pesawat Sukhoi, karena jet tempur ini juga digunakan oleh India dan China.
Pakar-pakar militer Australia menilai, perang udara di masa kini berbeda dengan di masa lalu yang banyak ditentukan lewat dog fight. Perang udara masa kini bersifat asimetris. Pesawat mana yang lebih dulu berhasil menjejak lawan atau menembak rudal, maka kemungkinan besar dialah pemenangnya. (Jkgr).

Rudal KH- 31P / AS 17 Krypton Indonesia



18 Mei 2012
 

Rudal Kh-319 atau AS 17 Krypton TNI
Indonesia terus memperkuat sistem rudalnya, baik untuk anti kapal permukaan, anti pesawat terbang serta anti-radar atau sistem pertahanan udara musuh.
Salah satu yang mumpuni adalah rudal KH 31P atau yang populer disebut
AS-17C Krypton.

AS-17C Krypton
Tahun 2012 ini Indonesia mendatangkan KH-31P / AS-17C Krypton buatan Rusia. Pada awalnya, rudal AS-17C Krypton ini, diciptakan sebagai jawaban atas munculnya sistem pertahanan udara Patriot Amerika Serikat.


Rudal AS 17 Kripton Indonesia

Rudal AS-17C Krypton dirancang untuk melumpuhkan sistem pertahanan musuh. Untuk itu ia didisain memiliki kecepatan sangat tinggi, mampu terbang jauh, anti-radar dan bisa mematikan penjejaknya saat diserang.
Untuk mendapatkan kecepatan yang sangat tinggi, rudal Rudal Kh-31P didorong oleh 5 roket booster dan ramjet yang dipadukan dalam dual roket pendorong. Bentuknya mirip wahana antariksa Rusia, karena memang didisain oleh biro disain Soyuz di Turayevo.


Saat meluncur, pada tahap awal misil ini berakselerasi dengan mesin roket untuk mendapatkan kecepatan 1,8 Mach. Setelah itu mesin pendorong pertama dilepas untuk digantikan 4 mesin jet pendorong, demi mencapai kecepatan 5 Mach.
Kecepatan tinggi rudal ini berguna untuk mengurangi resiko tertembak, karena dia harus menerobos sistem pertahanan musuh untuk menghancurkan radar penjejak (air search radars) dan fire control radar.
Rudal AS-17C Krypton memiliki panjang 5, 2 meter dengan berat 600 Kg dan mampu menembak sasaran sejauh 200 km. Karena rudal ini ditugaskan untuk menghancurkan radar musuh, dia tidak dibebani hulu ledak besar, melainkan hanya 90 Kg (Blast Frag). Namun misil ini bisa terbang dari 165 hingga 49.000 feet.
Dalam perkembangannya rudal ini bisa dipasang di kapal laut ataupun pesawat tempur Mig 29, Sukhoi SU-27 maupun SU 30. Kelebihan rudal ini, mampu menghantam kapal perang, drone ataupun pesawat mata-mata. Untuk itu AS-17C Krypton disebut juga “AWACS killer”. Ia bisa menembak sasaran baik di darat maupun udara.


SU 30 MK menembakkan AS 17 Krypton

Rudal AS-17C Krypton diciptakan untuk melumpuhkan sistem pertahanan musuh, melalui sebuah serangan ofensif ataupun counter attack.

Yakhont
Selain itu, Indonesia juga menambah jumlah rudal Yakhont SS-N-26 di berbagai kapal fregat, untuk memperkuat taring tempur armada TNI AL. Setelah mendatangkan 4 Rudal Yakhont pada tahun 2010, Indonesia kembali menerima 10 Rudal Yakhont di tahun 2012. Dalam kontraknya dengan Rusia, Indonesia akan mendatangkan 50 rudal Yakhont yang berjarak tembak 300 km.

Rudal SS-N-26 Yakhont

Saat ini, 11 Helikopter Over Tha Horizon Target (OTHT) juga sedang dipesan TNI AL. Helikopter tersebut berfungsi untuk menjejak sasaran di luar batas cakrawala lalu menyuplai datanya ke Fregat yang dipasang rudal Yakhont (Jkgr).

PESAWAT SUKHOI TNI AU FORCEDOWN PESAWAT ASING



3 November 2014


Kapopunas Letkol Pnb Jhonny Sumaryana di dampingi Pabandya Sops Kohanudnas Letkol Pnb Ucok Enrico Hutajulu dan Kapen Kohanudnas Letkol Sus Taibur Rahman serta perwira terkait saat memantau pergerakan lasa x melalui Radar Thales dan Radar TDAS di ruang Yudha Popunas Halim Perdanakusuma, Jakarta 03 November 2014.
Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (POPUNAS) kembali menangkap lasa x, menurut Kapopunas Letkol Pnb Jhonny Sumaryana didampingi Letkol PNb Ucok Enrico Hutajulu Pabandya Sops Kohanudnas kali ini pesawat yang melintas wilayah udara Indonesia tanpa memiliki FC (Flight Clerance) adalah milik maskapai penerbangan Royal Saudi Air Force.
Berselang enam hari setelah pesawat tempur Sukhoi 27/30 milik TNI AU memaksa turun pesawat sipil milik Singapura di Pangkalan udara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat, karena tidak memiliki izin terbang melintas wilayah udara Indonesia ( FC ), pada tanggal 28 Oktober 2014. Kini hal yang sama terulang kembali pesawat sipil milik penerbangan Royal Saudi Air Force jenis pesawat Grulfsream IV dengan Colsain HZ 103 terbang melintas wilayah udara Indonesia dengan tidak memiliki (FC) terbang dari Singapura menuju Australia.


Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II (Pangkosekhanudnas II) Marsekal Pertama TNI Tatan Herliansyah memerintahkan dua pesawat Sukhoi untuk melakukan intecept diantaranya pesawat Sukhoi TS 3006 dengan Penerbang Letkol Pnb Vincent dan Mayor Pnb Wanda untuk pesawat Sukhoi TS 3011 Penerbang Letkol Pnb Tamboto dan Mayor Pnb Ali kedua pesawt Sukhoi milik TNI AU ini berhasil memaksa mendarat pesawat Gulfstream IV milik Royal Saudi Air Force pada pukul 14.23 Wita di pangkalan udara Eltari Kupang dibawah pengawasan Kohanudnas dan Kosekhanudnas II. (tni-au.mil.id)

Militer Indonesia Incar Pesawat Tempur Sukhoi SU-35



29 Desember 2013

Pesawat Tempur Sukhoi SU-35 BM

Panglima TNI Jenderal Moeldoko menegaskan TNI sedang mempelajari kemungkinan memperkuat armada kapal selam Indonesia dengan kapal selam Kilo dari Rusia.
“Saat ini kami masih mempelajari dan menghitung rencana untuk memperkuat pertahanan kita di perairan”. “Akan lebih bagus lagi jika kita bisa mendapatkan kapal selam Kilo Class, yang memiliki peluru kendali dengan jangkauan tembak yang jauh”, ujar Panglima TNI di Jakarta, Minggu. 29/12/2013.
Kapal selam jenis Kilo bisa menembak dari dalam laut dengan sasaran permukaan sejauh 400 km. Tim teknis dari Angkatan Laut akan dikirim ke Rusia untuk mempelajari tawaran kapal selam tersebut.
Selain itu, TNI juga menunggu kedatangan helikopter Apache dari Amerika Serikat. Helikopter Apache hanya digunakan oleh sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Singapura.
TNI juga telah memesan sejumlah tank Leopard yang merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
Dari Perancis dan Inggris, Indonesia berencana mengimpor peralatan untuk sistem pertahanan udara.


Sukhoi SU-35, Time to Rock and Roll (REUTERS/Pascal Rossigno)

Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan, ia juga ingin TNI bisa memiliki Sukhoi SU-35, yang merupakan seri terbaru dari pesawat tempur Sukhoi Rusia.
Panglima TNI berharap sebagian besar alutsista yang sudah dipesan, bisa ditampilkan pada HUT TNI 5 Oktober 2014, di Surabaya – Jawa Timur. “Hal ini untuk mengirim pesan bahwa presiden telah mengambil langkah progresif menuju modernisasi sistem pertahanan Indonesia. Untuk standar ASEAN, alutsista kita akan menjanjikan”. (antaranews.com).