11 September 2013
S-60 57mm, Meriam Perisai Angkasa
‘Sepuh’ Arhanud TNI AD (photo:Arhanud)
Jika Australia hendak menyerang
Indonesia, mungkin RAAF bisa menembus wilayah udara Indonesia untuk membom
Jakarta. Namun bombardir itu tidak banyak mempengaruhi kekuatan militer
Indonesia. Begitu pula dengan Angkatan Laut Australia dapat menembus perairan
Indonesia dan mendarat di garis pantai. Namun setelah tiba di garis pantai, apa
yang bisa mereka lakukan ?. Tidak banyak, karena jumlah pasukan Indonesia yang
besar menjadi keunggulan Indonesia. Jika skenarionya dibalik Indonesia
yang menyerang ke Australia, maka Indonesia belum memiliki kekuatan untuk itu.
Konsep realistis Indonesia di renstra 1 dengan keterbatasan ini adalah,
membentuk militer yang bersifat self defence. Berperang di wilayah sendiri,
untuk mengusir agresor atau mengawasi flash point.
Saat ini belum semua alutsista TNI
AD mengalami modernisasi. Dengan kondisi tersebut, dapat kita lihat Angkatan
Darat memperkuat pasukan yang bersifat mobile, yang bisa digerakkan ke wilayah
manapun dalam waktu cepat. Target ini dimasukkan dalam Rencana
Strategis 1 (Renstra 1 :2010-2014) dengan munculnya pembelian MBT Leopard 2,
IFV Marder, MLRS Astros II, Meriam Caesar 155 mm, ATGM NLAW, kendaraan taktis,
hingga helikopter serang Apache AH-64 E. Semua yang dibeli bersifat mobile,
dalam artian dapat digerakkan dengan cepat diangkut melalui kapal permukaan
maupun pesawat angkut Hercules.
Untuk meningkatkan mobilitas pasukan
mobile, Indonesia menambah pesawat angkut dengan membeli Hercules eks RAAF
Australia. Begitu pula dengan persenjataan dan kemampuan prajurit Kostrad,
terus ditingkatkan. Jangan heran, alutsista baru TNI AD, biasanya diserahkan
kepada Kostrad. Hal ini karena pasukan Kostrad yang bisa digerakkan kemanapun
di wilayah tanah air. Mereka tidak punya wilayah. Wilayah yang mereka tempati
berada di bawah kendali Panglima Kodam.
Konsep renstra 1 Angkatan Darat,
menyerupai target yang dikejar oleh TNI AU. Mereka menyiapkan fighter dan
pesawat tempur yang bisa bergerak cepat, bertarung secara sengit di wilayah
manapun di Indonesia. Angkatan Udara harus tampil prima, di tengah minimnya
kemampuan arhanud dan pertahanan wilayah Indonesia. Untuk itu, Skuadron
Sukhoi telah dilengkapi rudal berbagai jenis, dari air-to-air, air-to-ground,
hingga rudal penghancur radar.
Pada renstra 1, pesawat tempur
sukhoi TNI AU telah genap satu skuadron (16 pesawat ). Mereka juga mendapatkan
tambahan satu skuadron (16 pesawat) pesawat super tucano
untuk tempur taktis “close air support”, intai serta serangan anti-gerilya. Ada
lagi 30 pesawat F-16 block 25/32 retrofit eks AS, serta pesawat latih T-50 i
dari Korea Selatan yang bisa digungsikan sebagai air support, serta UAV
Heron komposit untuk pengawasan.
Di renstra 1, kekuatan Angkatan Laut
ditujukan untuk bisa menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point.
Fokus utama untuk renstra 1 adalah ancaman di wilayah Ambalat.
TNI AL telah memperkuat armada kapal
selam mereka. Angkatan Laut juga membangun kekuatan strategis untuk kapal
permukaan dengan memasang rudal yakhont 300 km di kapal Van Speijk Class.
Menggabungkan sistem rudal Rusia dengan Kapal Nato patut dibanggakan. Jika pada
uji pertama rudal yakhont overshoot terhadap sasaran, maka pada uji kedua telah
mengenai sasaran. Betapa kuatnya daya hancur rudal yakhont, dalam hitungan
detik kapal sasaran tembak langsung tenggelam. Ujicoba ketiga nanti seharusnya
ditujukan terhadap sasaran bergerak dengan jangkauan 250-300km, untuk
mengatahui apakah rudal yakhot frigate van speijk mampu men-tracking terus
menerus sasaran yang bergerak. Ujicoba penembakan jarak jauh ini memerlukan
helikopter OTHT yang sedang disiapkan TNI AL.
Kemampuan TNI AL memasang rudal
yakhont di kapal sistem Nato, merupakan modal besar bagi TNI AL dan harus terus
mengembangkannya secara maksimal. Bayangkan saja, kapal-kapal tua Indonesia
menjadi disegani jika proyek rudal yakhont bisa sukses menghantam sasaran
yang bergerak.
Marinir mendapatkan tambahan 17 Tank
BMP-3F. Marinir masih membutuhkan 95 tank sejenis BMP, yakni 81 unit tipe
BMP-3F, 10 unit tipe BMP-3FK, dan 4 unit tipe BREM-L (photo:Dispenal)
Untuk modernisasi, TNI AL juga
memesan 2 PKR Sigma ke Belanda serta membeli 3 light frigate Nakhoda Ragam
Class dari Inggris. Sementara untuk urusan kuantitas, TNI AL membangun
kapal-kapal kecil dengan kemampuan serang rudal. Diharapkan pada tahun 2013 ini
KCR-60 pertama pesanan TNI AL sudah bisa diluncurkan plus dengan kemampuan
serang rudal. Adapun untuk Marinir, pasukan ini mendapatkan tambahan 17
Tank BMP-3F. Marinir membutuhkan 95 tank sejenis BMP, yakni 81 unit tipe
BMP-3F, 10 unit tipe BMP-3FK, dan 4 unit tipe BREM-L dan akan penuhi secara
bertahap.
Budget Renstra 2010-2014 untuk
modernisasi Alutsista TNI, dianggarkan Rp 156 triliun, dengan Base Line
Rp. 99 triliun dan On–Top Rp 57 triliun. Alhasil alutsista yang datang pada
renstra 1 cukup membanggakan. 50 % dari budget tersebut, untuk pengembanagn dan
modernisasi alutsista Angkatan Darat.
Bagaimana dengan Renstra II tahun
2015-2019 ?.
Pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pembangunan Minimum Essential Force (MEF) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. Fokus dari MEF ini adalah menitikberatkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya, untuk menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, konflik horisontal/komunal, pengelolaan pulau kecil terluar, serta turut serta dalam bantuan bencana.
Pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pembangunan Minimum Essential Force (MEF) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. Fokus dari MEF ini adalah menitikberatkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya, untuk menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, konflik horisontal/komunal, pengelolaan pulau kecil terluar, serta turut serta dalam bantuan bencana.
Renstra II merupakan titik krusial
yang bila dilalui dengan benar, akan membuat postur pertahanan Indonesia
mandiri dan semakin berwibawa. Namun tantangan di renstra II ini sangat berat.
Untuk urusan Angkatan laut, saat ini
Kementerian Pertahanan sedang menggarap proyek kapal selam Changbogo dengan
Korea Selatan. Ditargetkan pada tahun 2015, kapal selam ketiga akan dibangun di
PT PAL Surabaya, Jawa Timur. Begitu pula dengan kapal perang Perusak Kawal
Rudal Sigma Belanda yang diharapkan bisa dibangun di Indonesia, menjadi program
Korvet nasional atau Frigate Nasional.
Untuk Angkatan Udara, Kemenhan juga
mempunyai proyek pembuatan fighter IFX/KFX dengan Korea Selatan, yang
diharapkan prototype-nya selesai tahun 2015. Sementara Angkatan Darat sedang
mengembangkan Tank Medium Pindad bekerjasama dengan Turki. Sementara di bidang
peroketan, Indonesia sedang mengembangkan Roket Lapan, Rhan serta C-705.
Kalau proyek itu terealisasi, maka
Indonesia bolehlah berbangga hati karena telah move-on. Tapi jika tidak
berhasil, berarti kemampuan negeri ini baru sebatas membeli alutsista, dan akan
semakin tertinggal dari negara-negara “satu lechting”, seperti; India,
Pakistan, Iran, Turki, China, Korea Selatan, bahkan Korea Utara.
Pekerjaan rumah lainnya bagi
pertahanan Indonesia adalah mengintegrasikan berbagai alutsista, di tengah
kebijakan pengadaan alutsista yang menganut azas, perimbangan sumber dari
negara barat dan Rusia. Perimbangan pengadaan alutssita dari dari negara barat
dan Rusia ini, sebenarnya bisa dikatakan membuat pusing kepala. Bayangkan saja,
anda membeli dua alat berteknologi canggih dari luar negeri yang mana anda
tidak bisa membuatnya. Setelah anda beli, kedua alat itu harus anda
integrasikan. Tentu ini tantangan yang berat dan perlu dikaji kembali. TNI
harus memiliki platform yang jelas bagi sistem pertahanan laut, darat dan
udara, untuk bisa diintegrasikan.
Pada renstra 2 akan ada pembentukan
dan penempatan pasukan di beberapa wilayah strategis, seperti Divisi III
Marinir di Sorong Papua. Sebanyak 15.000 pasukan marinir akan ditempatkan
secara bertahap, untuk mendukung keamanan dan pertahanan di komando
wilayah laut timur. Angkatan Laut juga membangun Pangkalan Kapal Selam baru di
Palu, Sulawesi Tengah.
Sementara Angkatan Darat terus
mengembangkan pasukan di bawah Kodam XII Tanjungpura yang berbatasan dengan
Malaysia. Antara lain, Denzipur-6/SD di Anjungan menjadi Yonzipur di Mempawah,
kemudian validasi Yonarmed 16/105 menjadi Yonarmed 16/Komposit di Ngabang,
Kabupaten Landak serta pengembangan Denkav-2 Pontianak menjadi Yonkav. Kodam
XII TPR bermarkas di Kabupaten Kubu Raya membawahi provinsi Kalimantan Barat
dan Kalimantan Tengah.
Latihan gabungan TNI 2013
Pertahanan Udara jarak Menengah
Tensi konflik di Laut China Selatan terus meningkat. Kabar terakhir, Pemerintah Filipina melaporkan China telah menyimpan balok-balok beton di Karang Scarborough. Filipina tidak bisa berbuat banyak. Konflik antara China dengan Filipina di Scarborough serta China dengan Jepang di Pulau Senkaku, diperkirakan akan terus meningkat.
Tensi konflik di Laut China Selatan terus meningkat. Kabar terakhir, Pemerintah Filipina melaporkan China telah menyimpan balok-balok beton di Karang Scarborough. Filipina tidak bisa berbuat banyak. Konflik antara China dengan Filipina di Scarborough serta China dengan Jepang di Pulau Senkaku, diperkirakan akan terus meningkat.
Jika India dan China telah membangun
kapal induk, tentu sangat wajar jika Indonesia memiliki destroyer atau the real
frigate yang memiliki kemampuan pertahanan dan persenjataan yang baik.
Indonesia harus berpikir out of the box dan jangan menyamakan alutsistanya
dengan negara-negara kecil. Negara besar harus memiliki pertahanan yang kuat
tapi teduh. Sekali -kali Indonesia-lah yang mengambil inisiatif dan angkatan
bersenjata lain yang mengikuti. Keberadaan Destroyer akan menjadi lompatan bagi
TNI AL sekaligus pelindung bagi armada laut Indonesia. Moto “di Laut Kita
Jaya”, akan kembali dengan keberadaan destroyer ini. Operasi destroyer ini akan
dijaga oleh kapal selam kilo class/ amur class yang sudah ditawarkan oleh Rusia
untuk Indonesia.
Malaysia berencana membeli rudal
anti kapal permukaan Brahmos, untuk melengkapi arsenal fighter Sukhoi mereka.
Katakanlah jika pecah konflik di Ambalat, elemen mana yang akan melindungi
armada laut Indonesia ?. Rudal itu bisa ditembakkan dari jarak jauh dan pesawat
penyerang pun langsung menghilang. Serangan ini sulit diantisipasi oleh Fighter
Indonesia, karena akan terlambat untuk mengantisipasinya.
Kehadiran distroyer di Angkatan Laut
sekaligus penggentar bagi pihak asing yang mencoba-coba merebut wilayah
Indonesia. Sudah waktunya pula bagi Australia untuk mengubah cara pikir mereka,
bahwa Indonesia adalah negara lemah yang kekuatan militernya di bawah mereka.
Dari proyeksi pertahanan Amerika Serikat atas kekuatan China, maka Indonesia
yang lebih membutuhkan destroyer dibanding Australia, untuk menstabilkan Laut
China Selatan.
Pengadaan destroyer ini dapat
disertakan dengan pembelian Helikopter Serang Apache AH-64E. Kalau AS
mengijinkan Indonesia menggunakan Apache AH-64E, maka sangat wajar jika
Indonesia meminta pembelian Destroyer. Indonesia harus ikut berperan aktif
dalam pengamanan Laut China Selatan. Keberadaan Destroyer harus dikaitkan
dengan pengamanan Laut China Selatan.
Diagram first and second island
chains of China tembus hingga ke Indonesia
Pihak TNI pernah meninjau destroyer
milik AS. Chuck hagel juga kabarnya sempat menawarkan kapal perang kepada
Indonesia, saat kontrak pengadaan Helikopter Serang Apache AH-64E.
Hal lain yang menjadi sorotan dari
pertahanan Indonesia adalah tidak adanya pertahanan anti-udara jarak menengah.
Kasus rencana serangan AS ke Suriah, menunjukkan betapa pentingnya sistem
pertahanan jarak menengah sepeti S-300. Vladimir Putin saja mengakui sistem
pertahanan S-300 menjadi faktor yang strategis bagi posisi pertahanan Suriah.
Tidak heran, Iran pun mati-matian ingin mendapatkan sistem pertahanan
anti-udara S-300 family.
Di jaman modern sekarang ini,
peperangan dilakukan dari jarak jauh. Jika sebuah negara tidak memiliki
pertahahan udara yang memadai, maka harus bersiap-siap untuk di-bully oleh
lawan.
Kondisi SAM Indonesia saat ini
memang memrihatinkan, karena mengandalkan S-60 retrofit, Bofors, Grom dan
RBS-70 yang sudah tua. Ada pembelian startreak serta oerlikon skyshield, namun
itu pun untuk pertahanan jarak pendek.
Usulan pengadaan pertahanan udara
jarak menegah, sebenarnya sempat dilontarkan oleh Arhanud, karena situasi
modern, sangat membutuhkan pertahanan menengah. Namun siapakah nantinya
memegang sistem pertahanan udara jarak menengah-jauh ini masih dilematis.
Apakah di tangan Arhanud TNI AD atau di tangan TNI AU yang memang memiliki
tugas pertahanan wilayah.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie
Sjamsoeddin sempat menyinggung tentang perlunya rudal jarak menengah. Semoga
yang dimaksud Wamenhan bukan Astros II yang dipasang amunisi peluru kendali.
Sistem anti-udara S-300 family buatan Rusia patut dijadikan kandidat. Konflik
di Suriah menunjukkan S-300 merupakan senjata deteren bagi pihak lawan.
Untuk sistem rudal sejak dulu
Indonesia telah dekat dengan Uni-Soviet/Rusia. Jika pada tahun 1960-an TNI
memiliki rudal antikapal permukaan KS-1 Komet dan rudal anti-udara jarak
pendek, kini TNI memiliki Yakhont dan seharusnya rudal anti-udara jarak
menengah. Tujuan dari sistem senjata anti-udara jarak menengah-jauh ini, tidak
lain untuk objek vital nasional yang bersifat strategis.
Untuk unsur pasukan, Kualitas dan
jumlah personel pertahanan: Kostrad, Marinir, Paskhas terus ditingkatkan
diselaraskan dengan keberadaan komponen Cadangan Pertahanan.
Tidak kalah penting adalah
meningkatan kemampuan industri militer dalam negeri seperti: LAPAN, Pindad, PT
PAL, PT DI, BPPT, PT Dahana dan sebagainya. Diharapkan pada renstra 2, tank
medium Pindad telah menemukan bentuknya. Begitu pula dengan kapal selam
Changbogo yang sudah diproduksi di dalam negeri, Roket Rhan, C-705 anti-kapal
serta prototype IFX. Bagaimana menurut Anda ? (JKGR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar