Marcheilla Ariesta Putri Hanggoro | Sabtu, 8 November 2014
Dubes
AS untuk Indonesia Robert O. Blake. (c) polit.uz
Merdeka.com
- Duta
Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O. Blake menegaskan kerja sama
penjualan alat utama sistem persenjataan (alutsista) kedua negara bakal
berkesinambungan. Negara Adi Daya itu tak lagi menganggap Indonesia sebagai
ancaman terhadap demokrasi. TNI pun dinilai sudah berbenah, meninggalkan
praktik pelanggaran hak asasi di era Orde Baru.
"Soal
embargo, kita sudah berada di fase kerja sama pertahanan yang berbeda.
Indonesia sekarang menjadi negara demokrasi kuat, menjadi panutan negara-negara
lain. Itu membuat kami percaya diri meningkatkan platform alutsista dan
menawarkan model lebih canggih," kata Blake seusai melawat ke Pameran
IndoDefense di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (7/11).
Untuk
membuktikan ucapannya, dia pun menyitir pembelian beberapa unit Helikopter
Apache oleh Kementerian Pertahanan. Blake mengatakan, tidak sembarang negara
diizinkan membeli heli tempur tersebut.
"Hanya
ada 11 negara yang kami izinkan membeli helikopter itu," ujarnya.
Indonesia
tahun ini ingin kembali membeli helikoper dari AS. Maret lalu, TNI Angkatan
Darat meminta beberapa unit Black Hawk dan Chinook agar masuk pagu anggaran
Kementerian Pertahanan.
Sedangkan
transaksi yang sudah deal dengan negara adi daya itu adalah pembelian delapan
unit helikopter serang AH-64D Apache. Nilai pembelian alutsista udara itu
mencapai USD 250 juta (setara Rp 3,1 triliun) dan rencananya seluruh unit tiba
di Indonesia pada 2017.
Blake
berharap pemerintah Indonesia tidak cuma membeli helikopter. Banyak jenis
alutsista lain bisa dilirik. Dalam Pameran IndoDefense, wakil AS mencapai 19
perusahaan.
Dubes
Negeri Paman Sam itu sekaligus menyitir meningkatnya nilai penjualan alutsista
ke Indonesia. Ini menurutnya membuktikan bahwa insiden embargo pada 1999 lalu
tak lagi berpengaruh dalam kebijakan pengadaan Kemenhan.
"Tahun
kemarin, kami berhasil menjual sekitar USD 250 juta perlengkapan militer ke
Indonesia. Di masa depan angka itu belum memasukkan Apache," ungkap Blake.
Dia
pun tidak menampik bahwa AS memang ngebet menjual peralatan militer buat TNI
AD, AL, maupun AU. Alih teknologi akan jadi insentif agar militer Indonesia
kembali melirik senjata Made in USA.
Itu,
menurut Blake, sudah dibuktikan lewat kerja sama sektor BUMN-swasta. Yakni
antara PT Dirgantara Indonesia dengan PT Honeywell Indonesia. Perusahaan suku
cadang penerbangan itu memasok alat avionik, transponder navigasi dan
sebagainya buat PT DI. Mayoritas merupakan komponen lokal.
Blake
menjamin, skema kerja sama serupa bisa diterapkan dalam penjualan alutsista
buat TNI. "Saya tidak bisa bilang target (peningkatan penjualan
alutsista). tentu akan berkembang seiring kebutuhan militer Indonesia,"
imbuhnya.
Untuk
diketahui, TNI cukup trauma dengan embargo penjualan suku cadang alutsista oleh
AS selama 1999-2005. Pelarangan itu muncul setelah terjadi insiden pembantaian
warga sipil Timor Leste, diduga oleh militer Indonesia.
Peralatan
canggih seperti jet tempur dan meriam mangkrak di awal era Reformasi akibat tak
ada suku cadang. Itu pula alasan Kemenhan era Megawati melirik Rusia dan
negara-negara lain sebagai pemasok kebutuhan alutsista.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar